Semua artikel yang diposting di blog ini adalah hal yang berkaitan dengan yang telah saya lakukan, kali ini mengenai kebaikan atau pahala yang kita dapatkan saat menjenguk orang sakit. Bukan untuk membuat kita menjadi riya tetapi yang paling di utamakan untuk mendapatkan ridho Tuhan, agar segala tindakan yang kita perbuat benar2 diridhoi-Nya. Jadi tidak ada salahnya jika kita mengetahui kebaikan yang akan kita dapatkan sehingga lebih bersemangat. Menjenguk orang yang sakit tidak lepas dari bidang yang sekarang saya geluti, yaitu mengembangkan produk kesehatan, dimana saya bukan berharap agar saya semata-mata mendapatkan untung tetapi benar2 ingin menyampaikan informasi yang sangat diperlukan bagi mereka yang sedang sakit. Betapa baiknya jika apa yang kita lakukan yang pertama menguntungkan bagi orang lain dan tanpa ada unsur paksaan kita juga mendapatkan untung, dan lebih sempurna lagi jika untung yang kita dapat itu untuk bekal di akhirat. Langsung saja saya paparkan dari hasil pencarian saya di blog teman2 yang lain.
Sakit tak hanya berdampak pada orang yang menderitanya. Namun bagi
keluarga, saudara, dan (mungkin) temannya juga. Merekalah yang merawat
dan mengusahakan kesembuhannya, yang tak kalah besar pahalanya. Bila
sabar dan ikhlas menyimpan pahala bagi penderita sakit. Maka bagi
keluarga, saudara, teman, atau orang lain, pahala tersebut ada ketika
menjenguk orang sakit.
Diriwayatkan dari hadits Tsauban yang marfu’ bahwa Rasulullah bersabda,
“Sesungguhnya apabila seorang muslim menjenguk orang muslim lainnya, maka ia berada di dalam khurfatul jannah.” Dalam riwayat lain ditanyakan kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, apakah khurfatul jannah itu?” Beliau menjawab, “Yaitu taman buah di Surga.”
Subhanallah. Menjenguk orang sakit adalah perbuatan baik. Ia
merupakan bagian dari akhlakul karimah. Tindakannya pun dipuji oleh
malaikat. Berikut hadits yang menjelaskannya,
Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib, ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah bersabda, ‘Tiada
seorang muslim yang menjenguk orang muslim lainnya pada pagi hari
kecuali ia dido’akan oleh tujuh puluh ribu malaikat hingga sore hari.
Dan jika ia menjenguknya pada sore hari, maka ia dido’akan oleh tujuh
puluh ribu malaikat hingga pagi hari. Dan baginya kurma yang dipetik di
taman Surga.” (HR. Tirmidzi, beliau berkata “hadits hasan”)
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw.
Bersabda, “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla akan berfirman pada hari
kiamat, ‘Hai anak Adam, Aku sakit, tetapi kamu tidak menjenguk-Ku.’
Orang itu bertanya, ‘Oh Tuhan, bagaimana aku harus menjengukMu sedangkan
Engkau adalah Tuhan bagi alam semesta?’ Allah menjawab, ‘Apakah kamu
tidak tahu bahwa hamba-Ku si Fulan sedang sakit, tetapi kamu tidak
menjenguknya? Apakah kamu tidak tahu bahwa seandainya kamu menjenguknya
pasti kamu dapati Aku di sisinya?’”
Dalam Islam, menjenguk orang sakit, tidaklah patut mempertimbangkan
latar belakangnya. Apapun warna kulitnya, sukunya, miskin atau kaya,
cantik atau kurang cantik, pintar atau kurang pintar, nenek-nenek atau
masih muda, mahasiswa atau lulusan SD, bahkan yang berbeda agama
sebaiknya dijenguk. Karena ianya amal kemanusiaan yang dalam Islam
dinilai sebagai ibadah. Bahkan aktivitasnya disebut qurbah (pendekatan diri kepada Allah). Sebagaimana hadits qudsi, Allah berfirman,
“Wahai manusia, si fulan hambaKu sakit dan engkau tidak
membesuknya. Ingatlah seandainya engkau membesuknya niscaya engkau
mendapatiKu di sisinya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah)
Anak kecil apabila sakit maka mereka
juga dikunjungi, sebagaimana orang-orang dewasa. Yang demikian itu
dikarenakan adanya makna yang menyebabkan orang dewasa dikunjungi
seperti adanya doa bagi yang sakit, meringankan sakitnya, meruqyahnya
dengan ruqyah syar’iyyah, dan akan mendapatkan pahala mengunjungi orang
sakit bagi orang yang berkunjung.
Dari Usamah bin Zaid radhiallahu ‘anhuma
dia berkata : Sesungguhnya salah seorang anak perempuan Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengutus seseorang kepada beliau dan ketika itu perawi sedang bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam , Sa’ad dan Ubai- yang mana kami mengira bahwa anak perempuan
saya akan menjumpai ajalnya maka mari kita menyaksikannya bersama, maka
nabi mengutus utusan kepadanya dengan ucapan salam dan berkata : 'Sesungguhnya milik Allah apa yang dia ambil dan apa yang dia berikan
dan setiap sesuatu telah ditetapkan ajalnya di sisiNya, maka hendaknya
kamu mengharap pahala dan bersabar'. Namun anak perempuan beliau kembali
mengutus utusan dengan mengucapkan sumpah atas beliau, maka nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit dan kami pun bangkit bersama
beliau, ketika beliau berada di tempat kejadian anak kecil itu diangkat
ke pangkuan nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan nafasnya
tersengal-senggal, kedua mata nabi berlinangkan air mata, maka Sa’ad
berkata padanya : 'apa ini wahai rasulullah?' Beliau berkata : 'ini adalah
rahmat yang Allah berikan di hati-hati yang Allah kehendaki dari para
hambanya, dan Allah tidak akan menyayangi dari para hambanya kecuali
mereka yang penyayang'.
Sebagian manusia menjauhkan diri untuk
mengunjungi orang sakit yang tidak sadar akan kehadiran orang-orang
yang ada di sekitarnya, seperti orang yang dalam kondisi pingsan yang
muncul berulang-ulang, atau mereka yang dalam kehilangan kesadaran
dalam jangka waktu lama, dengan alasan orang yang sakit ini tidak
menyadari keberadaannya dan tidak merasakannya maka kalau begitu tidak
perlu untuk menjenguknya, ini adalah pemahaman yang salah dan argumen
yang tidak ada dalilnya, dan dalil yang shahih justru menyelisihinya.
Dari Jabir bin Abdullah radhiallahu
‘anhuma dia berkata : ”Saya pernah sakit maka nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallamdan Abu Bakar mendatangiku untuk menjengukku dengan berjalan
kaki, maka mereka mendapatiku dalam keadaan pingsan, maka Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu` dan memercikkan wudhu’nya
kepadaku, aku pun sadar dan mendapati Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam di dekatku, maka saya berkata : “Wahai Rasulullah, apa yang
seharusnya saya perbuat terhadap hartaku, bagaimana saya memutuskan
warisan hartaku? Namun beliau tidak menjawabku dengan satu kata pun
sampai ayat tentang warisan turun”.
Ibnu Hajar berkata : “Sekedar
mengetahui keadaan orang yang sakit dengan menjenguknya tidak
menjadikan pensyariatan menjenguknya terhenti. Karena di balik hal itu
dapat membalut kekhawatiran keluarganya, dan mengharapkan berkah doa
dari orang yang menjenguknya, meletakkan tangannya di atas orang yang
sakit, mengusap badannya, meniupkan bacaan kepadanya ketika memohonkan
perlindungan dan yang selainnya".
Sebagian ulama berpendapat makruh
menjenguk orang kafir dikarenakan di dalam perkara menjenguk mereka
terkandung adanya pemuliaan.
Sebagian ulama lainnya membolehkan menjenguk mereka apabila diharapkan
masuk islam, dan pendapat ini lebih sesuai dengan perbuatan Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu telah
meriwayatkan : ” Bahwa seorang budak milik orang Yahudi yang pernah
membantu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sakit maka Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam mendatanginya dalam rangka menjenguknya, beliau
berkata : Masuklah kamu ke dalam islam, maka orang itu pun masuk islam”.
Dan dari Sa’id bin Al-Musyyib dari
ayahnya beliau berkata : ketika kematian menghadiri Abu Thalib
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatanginya dan berkata :
“katakanlah laa ilaaha illallaah satu kalimat yang dengannya aku akan
membelamu di sisi Allah”
Sepatutnya bagi orang yang menjenguk
agar jangan berlama-lama duduk dan tinggal di sisi orang yang sakit,
karena orang yang sakit tersibukkan dengan rasa lapar dan sakitnya. Dan
ketika orang yang menjenguk berdiam lama di sisi orang yang sakit akan
memberatkan bagi orang yang sakit bahkan terkadang menambah sakitnya,
oleh karena itu diantara perkara yang baik ketika menjenguk orang sakit
adalah dengan meringankannya.
Dari Ibnu Thawus dari ayahnya dia berkata : “Menjenguk orang sakit yang paling baik adalah yang paling ringan … “
Al-Auza’iy berkata : “Saya pernah
bepergian menuju Bashrah ingin menjumpai Muhammad bin Sirin, namun saya
mendapatinya dalam keadaan sakit di perutnya, maka kami pun masuk
kepadanya untuk menjenguknya dalam keadaan berdiri …"
Asy-Sya’bi berkata : “Kunjungan
orang-orang desa yang pandir lebih memberatkan bagi orang yang sakit
daripada sakit yang dideritanya, mereka mendatanginya bukan pada
waktunya dan berlama-lama duduk di sisinya".
Akan tetapi sepatutnya untuk diketahui
bahwa apabila orang yang sakit menyukai orang yang menjenguk tinggal
lebih lama di sisinya dan terus menerus menziarahinya, maka lebih utama
bagi orang yang menjenguk untuk memenuhi keinginan orang yang sakit
dikarenakan di dalam amalan tersebut terkandung sesuatu yang dapat
memasukkan kebahagiaan bagi orang yang sakit, dan menyenangkan hatinya
sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguk Sa’ad bin
Mu’adz ketika terkena musibah di hari peperangan Khandak. Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mendirikan kemah bagi
Sa’ad di dalam masjid agar dia dapat menjenguknya dari dekat.
Maka sahabat mana yang tidak menyenangi
keberadaan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallamdi sisinya dan
berulang-ulang menziarahinya.
Mengunjungi laki-laki yang sakit boleh
bagi wanita walaupun mereka bukan mahram mereka, akan tetapi hal itu
disyaratkan apabila aman dari fitnah, adanya sitar (hijab), tidak adanya khalwat
(berdua-duaan), maka apabila syarat-syarat ini ada maka mengunjungi
laki-laki yang sakit yang bukan mahram boleh bagi wanita dan demikian
pula sebaliknya, dari Aisyah radhiallahu ‘anha dari ayahnya, dia
berkata : ”Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di
Madinah, Abu Bakar dan Bilal radhiallahu ‘anhuma menderita demam,
Aisyah berkata : Maka saya pun masuk kepada mereka berdua dan saya
berkata : Wahai ayahku bagaimana keadaanmu? Dan wahai Bilal bagaimana
keadaanmu?“. Dalam riwayat Ahmad : Urwah berkata :
“Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Al-Madinah para
sahabat beliau mengeluh sakit demikian pula Abu Bakar, ‘Amir bin
Fuhairah maula Abu Bakar dan Bilal mengeluh sakit, maka Aisyah meminta
izin kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengunjungi mereka,
dan Nabi mengizinkannya, dan Aisyah berkata kepada Abu Bakar :
bagaimana keadaanmu?“
Dan dari Ibnu Syihab dari Abu Umamah bin
Sahl bin Hanif bahwasanya dia mengabarkan kepadanya : ”Bahwa ada
seorang wanita yang miskin sedang sakit maka dia mengabarkan kepada
Rasulullan Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang sakitnya wanita
tersebut, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa
mengunjungi orang-orang miskin dan menanyakan tentang keadaan mereka"
Ibnu Abdil Bar berkata : “Pada hadits
ini menunjukkan pembolehan kunjungan wanita kepada laki-laki walaupun
laki-laki tersebut bukan mahramnya, dan masalah ini –menurut saya
(penulis) agar wanita itu Mutajallah, dan apabila bukan Mutajallah maka tidak boleh, kecuali dia bertanya kepadanya dan tidak melihat kepadanya."
Disunnahkan bagi orang yang menjenguk
untuk duduk di samping kepala orang yang sakit. Hal ini pernah Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan dan orang-orang shalih setelah
beliau. Dan dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma,
dia berkata : ” Apabila Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguk
orang yang sakit beliau duduk di sisi kepalanya".
Dari Ar-Rabi’ bin Abdillah dia berkata :
“Saya pernah pergi bersama Al-Hasan menjumpai Qatadah untuk
menziarahinya, dan dia duduk di sisi kepalanya. Lalu beliau bertanya
kepadanya kemudian mendoakan kesembuhan baginya."
Berkaitan dengan adab duduk orang yang
menjenguk di samping kepala orang yang sakit ada beberapa faedah
diantaranya : Bahwa pada hadits tersebut adanya anjuran untuk bersikap
ramah kepada orang yang sakit. Diantaranya juga orang yang menjenguk
memungkinkan untuk meletakkan tangannya kepada orang yang sakit,
mendoakan kesembuhan baginya dan meniupkannya kepadanya, dan perbuatan
yang semisal dengan itu.
Maka wajar, Nabi pernah bersabda,
“Siapa yang menjenguk orang sakit, maka berserulah penyeru dari
langit (malaikat), ‘Bagus engkau, bagus perjalananmu, dan engkau telah
mempersiapkan tempat tinggal di dalam Surga.” (HR. Ibnu Majah diriwayatkan dari Abu Hurairah)
Dengan demikian, penting untuk diperhatikan etika (adab-adab) ketika menjenguk orang sakit.
- Sebutlah identitas diri yang jelas. Jangan menyebutkan
identitas yang kurang jelas, sehingga membingungkan bagi orang yang
sedang sakit.
- Berkunjung di waktu yang tepat. Jangan datang di waktu orang
sakit sedang beristirahat, sedang waktunya tidur, minum obat, atau
mengganti pembalut luka misalnya. Jangan pula terlalu lama di tempat
orang sakit. Bisa jadi penderita sakit membutuhkan banyak waktu untuk
istirahat. Ini terkecuali bagi yang memiliki hubungan khusus dengan
penderita sakit.
- Jangan banyak bertanya. Sangat baik bila pengunjung tidak
mengobrol sendiri. Apalagi mengajukan banyak pertanyaan, yang akhirnya
membuat penderita sakit kelelahan. Hendaknya pengunjung menampakkan rasa
kasih sayang dan belas kasihannya.
- Mendo’akannya dengan ikhlas. Ada hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah bersabda,
“Siapa yang menjenguk orang sakit yang belum tiba ajalnya, lalu
ia mengucapkan do’a ini di sampingnya sebanyak tujuh kali: (Aku mohon
kepada Allah Yang Maha Agung, Tuhan Pemilik Arsy yang Agung. Semoga Dia
berkenan menyembuhkanmu), niscaya Allah akan menyembuhkannya dari
penyakit tersebut.”
Dianjurkan pula membacakan do’a sakit: Allahumma Ya Rabbannaasa
adzhibil ba’tsa wa asyfi wa anta syaafi laa syifa a illa syifauka syifa
an laa yughadiru saqama.. (Ya Allah, Tuhannya manusia, hilangkanlah
bahaya. Sembuhkanlah. Hanya Engkau yang dapat menyembuhkan. Tiada
kesembuhan kecuali dariMu. Sembuh yang tidak dihinggapi penyakit lagi.)” (HR. Bukhari dan Muslim, dari Aisyah)
- Menimbulkan optimisme kepada orang yang sedang sakit. Saat
menjenguk, anjurkanlah untuk berlaku sabar. Karena sabar itu besar
pahalanya, sedangkan berkeluh kesah itu dosa.
لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَ
Laa Tahzan! Innallaahama’ana..
“Janganlah kamu bersedih. Sesungguhnya Allah beserta kita.” (QS. At-Taubah : 40).
Sumber : aljaami.wordpress.com, dakwahkampus.com
0 comments:
Post a Comment